Terorisme dan Ekstrimisme di Indonesia (Studi Sikap PH Farid Ahmad Okbah Menyikapi Keputusan Hakim)

Kabogor id

JAKARTA - Terorsime termasuk extraordinary crime yang harus menggunakan extraordinary measure juga terhadap penanganannya.

Termasuk terhadap upaya pencegahan motif ideologi yang akan berkembang kearah terorisme dengan skala yang membahayakan negara. (pasal 1 ayat 2 UU 5/2018).

Motif ideologi dapat menggangu dalam kebebasan beragama di Indonesia terutama terhadap 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka tunggal Ika. Hal ini dikarenakan negara hadir sebagai pelindung masyarakat terhadap terror sesuai dengan konsep social contract

Bukan untuk mendiskreditkan suatu agama tertentu, yang perlu digaris bawahi adalah “ideologi” atau paham, bukan “agama”.

Ideologi merupakan bentuk perkembangan dan penafsiran pemikiran, bisa salah dan benar sedangkan agama adalah benar.

Dalam hal untuk menjunjung tinggi HAM penanganan tindak pidana terorisme sendiri dibagi menjadi dua yaitu, preventif dan represif. Pada upaya preventif negara menginvestigasi indikasi-indikasi terorisme dengan extraordinary measure sebatas hanya untuk mengklarifikasi apakah ada indikasi teorisme atau tidak dan dilakukan pendekatan secara humanis. Sisanya diserahkan kepada pengadilan sesuai dengan bukti-bukti yang ada. (Bab vii a UU5/18).

Penasihat hukum yang mendampingi FAO sangat subyektif dan membuat statement yang membahayakan persatuan bangsa karena telah mengangkat isu SARA (Suku Ras dan Agama) dalam putusan FAO, menyampaikan bahwa tersangka diputus hukuman karena beda agama dengan cara membenturkan kondisi tersebut dengan ayat kitab suci agama berlandaskan kepentingan kelompok terdakwa mereka yaitu kelompok teror JI (Jamaah Islamiah).

Penafsiran ini dapat dikatakan sebagai upaya pembenaran dan provokatif dengan menggunakan dalil agama sebagai bentuk pembenaran terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kliennya, padahal sesungguhnya konstitusi makamah berlandaskan pancasila dan pastinya selaras dengan filosofi agama dalam implementasinya. (pasal 1 ayat 4 UU 5/18).

Penyampaian yang dilakukan adalah bentuk provokasi dan pembenaran kepentingan kelompok yang beranggapan bahwa pendapat mereka benar dan umat islam yang tidak mendukung mereka adalah salah.

Ajakan polarisasi ini sangat berbahaya terhadap keberlangsungan bangsa dan masyarakat (pada data BalitbangKemenag 2022) karena akan berdampak kepada pemahaman yang keliru terhadap islam itu sendiri, disinilah peran negara dalam upaya penanganan paham radikalisme melalui kontra-narasi dan deradikalisasi. (pasal 43C UU 5/18).

(Red./1)


Sumber ini resmi dari pernyataan Ridha Alamsyah sebagai Ketua Law Connection Indonesia,tanpa campur tangan dari Redaksi.


Posting Komentar untuk "Terorisme dan Ekstrimisme di Indonesia (Studi Sikap PH Farid Ahmad Okbah Menyikapi Keputusan Hakim) "